Regulator Mengatakan UU Prosedur Pidana Baru Tidak Cukup Melindungi Privasi Warga Negara

Regulator Mengatakan UU Prosedur Pidana Baru Tidak Cukup Melindungi Privasi Warga Negara

Undang-Undang Prosedur Pidana (KUHAP) baru yang baru-baru ini disahkan di Indonesia memicu perdebatan sengit, terutama terkait perlindungan privasi warga negara. Meskipun undang-undang ini bertujuan untuk memperbaiki sistem peradilan pidana dan memberikan keadilan yang lebih baik, sejumlah regulator dan pakar hukum menilai bahwa UU tersebut belum cukup efektif dalam melindungi hak privasi individu. Beberapa ketentuan dalam undang-undang ini dianggap membuka peluang pelanggaran privasi dalam proses hukum.

Pembaharuan dalam UU Prosedur Pidana

UU Prosedur Pidana baru disahkan untuk meningkatkan sistem peradilan pidana. Pembaruan ini mencakup perubahan teknis dan substansial dalam proses hukum, termasuk penyidikan, penuntutan, dan pembuktian. Pembaruan ini diharapkan mempercepat penyelesaian kasus dan mempermudah proses hukum. Namun, beberapa pasal dalam UU ini dapat mengurangi ruang privasi warga negara, terutama terkait penyadapan, penggeledahan, dan pengumpulan data pribadi tanpa izin yang jelas.

Poin Utama yang Dikhawatirkan Regulator

Regulator dan berbagai pihak mengkhawatirkan ketentuan mengenai penyadapan dan pengumpulan data pribadi tanpa persetujuan yang jelas. Beberapa pasal memberikan aparat penegak hukum kewenangan lebih luas untuk melakukan penyadapan terhadap komunikasi elektronik dan mengumpulkan data pribadi selama penyidikan. Prosedur ini bisa dilakukan tanpa pengawasan yang ketat dari lembaga independen seperti pengadilan atau dewan pengawas. Hal ini berisiko melanggar hak privasi individu yang tidak terlibat langsung dalam kasus yang disidik.

Potensi Pelanggaran Privasi

Pemberian kewenangan yang luas kepada aparat penegak hukum untuk mengakses data pribadi dan melakukan penyadapan memicu kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan. Penyadapan dan pengumpulan data dilakukan untuk mengungkap kejahatan, namun dalam praktiknya kewenangan ini bisa disalahgunakan untuk kepentingan politik atau pribadi. Penyadapan bisa digunakan untuk mengintimidasi individu atau kelompok yang dianggap berseberangan dengan pemerintah atau kelompok tertentu.

Selain itu, ketidakjelasan mengenai perlindungan dan penyimpanan data yang dikumpulkan menjadi masalah besar. Tidak ada jaminan bahwa data yang terkumpul selama penyidikan akan dikelola dengan baik, membuka kemungkinan kebocoran data yang merugikan individu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai kerahasiaan data pribadi warga negara.

Tantangan Pengawasan dan Akuntabilitas

Salah satu tantangan besar dalam melindungi privasi adalah kurangnya pengawasan yang efektif terhadap aparat penegak hukum. Meskipun lembaga pengawas ada, pengawasan seringkali tidak cukup kuat untuk memastikan privasi individu dihormati. Pengawasan yang lemah membuka celah bagi pelanggaran hak asasi manusia jika aparat tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Regulator juga menyoroti kurangnya transparansi dalam mekanisme yang mengatur penyadapan dan pengumpulan data pribadi. Tanpa pengawasan yang jelas, warga negara berisiko menjadi korban tindakan aparat yang berlebihan.

Solusi untuk Perlindungan Privasi yang Lebih Baik

Untuk melindungi privasi warga negara, regulator menyarankan peninjauan kembali beberapa pasal dalam UU Prosedur Pidana baru. Salah satu solusi adalah memperketat persyaratan penyadapan dan pengumpulan data pribadi. Setiap tindakan tersebut harus mendapatkan persetujuan pengadilan dan melalui proses yang lebih transparan untuk memudahkan pengawasan.

Pemerintah juga perlu memberikan perlindungan lebih kuat terhadap data pribadi. UU Perlindungan Data Pribadi yang sudah disahkan harus diterapkan tegas dalam konteks penyidikan pidana. Ini akan memastikan hak privasi warga negara terlindungi meskipun dalam proses hukum yang memerlukan pengumpulan data.

Meskipun UU Prosedur Pidana baru bertujuan baik untuk meningkatkan sistem peradilan pidana, regulator menilai perlindungan privasi warga negara dalam undang-undang ini masih kurang memadai. Penyadapan dan pengumpulan data pribadi tanpa prosedur ketat berisiko menimbulkan pelanggaran privasi. Oleh karena itu, evaluasi dan perbaikan terhadap ketentuan-ketentuan dalam UU ini sangat penting agar keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia tetap terjaga.

AdminASKES