Lonjakan Kasus Campak Measles di Kores Selatan

Pada awal tahun 2025, Korea Selatan mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah kasus spaceman gacor campak. Hingga awal Mei, otoritas kesehatan negara itu telah mengonfirmasi 52 kasus, melampaui total seluruh tahun 2024 yang mencapai 49 kasus. Ini menjadi angka tertinggi sejak tahun 2019, saat 194 kasus tercatat.
Latar Belakang Epidemiologi
Campak adalah penyakit infeksius bawaan pernapasan yang sangat menular, disebarkan oleh droplet dari batuk dan bersin. Satu pasien campak dapat menulari 12–18 orang lain jika tidak divaksinasi dan berdekatan . Sebelum vaksin umum, tingkat kematian mencapai 0,2% di negara maju, dan hingga 10% di daerah yang kekurangan gizi. Campak juga dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia, ensefalitis, dan kelainan neurologis jangka panjang.
Status Bebas Campak dan Tantangan Baru
WHO menetapkan Korea Selatan bebas campak sejak tahun 2014. Namun sejak itu telah terjadi fluktuasi kasus, dengan puncak pada tahun 2019 (194 kasus). Selama pandemi COVID‑19, kasus turun drastis karena pembatasan sosial: hanya 6 kasus di 2020 dan tidak ada di 2021–2022. Namun, tahun 2023 muncul kembali 8 kasus, naik menjadi 49 di 2024, dan kini 52 di awal 2025.
Penyebab Lonjakan
Menurut KDCA (Korea Disease Control and Prevention Agency), ada dua faktor utama:
- Kasus impor akibat perjalanan internasional
Dari 52 kasus 2025, sebanyak 34 kasus berasal dari luar negeri, paling banyak dari Vietnam (33), serta Uzbekistan, Thailand, dan Italia . Contoh: feb 2025 di Pulau Jeju, seorang turis dari Vietnam menularkan campak meskipun ratusan kontak diisolasi tanpa penyakit. - Populasi menua dan kekayaan immunitas tak merata
Populasi dewasa yang mungkin tidak melengkapi vaksinasi dua dosis MMR menjadi rentan saat terpapar. Sekitar 73% dari kasus 2025 adalah orang dewasa, dan 61,5% di antaranya tidak jelas status vaksinasinya .
Indonesia menerapkan MMR pada usia anak (12–15 bulan dan ulang di 4–6 tahun), dan dosis tambahan untuk bayi 6–11 bulan sebelum perjalanan .
Respons Kesehatan dan Tindakan Preventif
KDCA mengeluarkan seruan bagi orang yang kembali dari Negara dengan wabah:
- Waspadai gejala seperti demam dan ruam selama tiga minggu setelah pulang .
- Gunakan masker dan jaga kebersihan.
- Petugas medis harus segera melaporkan dugaan kasus dan isolasikan pasien; fasilitas anak wajib memastikan staf divaksin lengkap .
Kepala KDCA, Jee Young‑mee, menegaskan pentingnya pemeriksaan riwayat vaksinasi, suntik tambahan untuk bayi 6–11 bulan sebelum bepergian, serta edukasi traveler dan petugas kesehatan .
Situasi Global: Tren Serupa
Lonjakan campak bukan hanya terjadi di Korea Selatan. Di Asia Tenggara, Vietnam dilaporkan ada 40.000 kasus diduga dan 5 kematian hingga 2025; pada 2024, terdapat 6.725 kasus dan 13 kematian. Thailand mencatat 7.507 kasus di 2024, drastis meningkat dibanding hanya 38 pada 2023.
Di Asia Timur dan Pasifik, Filipina (766), Tiongkok (577), dan Kamboja (544) juga melaporkan lonjakan kasus pada 2025 .
Globalnya, kasus campak melonjak 20% antara 2022–2023, mencapai sekitar 10,3 juta kasus dalam setahun. Di Eropa, 2024 adalah tahun tertinggi dalam 25 tahun terakhir dengan 127.350 kasus dan 38 kematian.
Tantangan Ke Depan dan Implikasi Kebijakan
Meskipun vaksin MMR dua dosis memiliki efektivitas hingga 99%, cakupan global vaksinasi masih di bawah ambang 95% untuk herd immunity. Sebagian besar negara masih belum mencapai target ideal, termasuk penurunan cakupan akibat pandemi dan meningkatnya penolakan vaksin.
Imunisasi menjadi kunci utama. KDCA menegaskan sistem pemantauan dan cakupan vaksin kuat tetapi lonjakan kasus impor menyiratkan bahwa tingkat vaksinasi dewasa harus ditingkatkan. Strategi yang disarankan:
- Kampanye vaksinasi tambahan khusus orang dewasa maupun petugas medis.
- Pemberian suntikan booster sebelum perjalanan ke daerah wabah.
- Edukasi publik yang lebih masif mengenai risiko dan keamanan vaksin.
Kesimpulan
Korea Selatan kini menghadapi wabah campak tertinggi dalam enam tahun terakhir. Munculnya kasus impor dari negara tetangga seperti Vietnam, ditambah populasi dewasa yang mungkin belum divaksin lengkap, menjadi faktor utama. Meskipun sistem kesehatan nasional kuat, ini menjadi peringatan bahwa tanpa strategi imunisasi menyeluruh—mencakup anak, dewasa, dan traveler—kesuksesan eliminasi campak bisa runtuh.
Dampak global menunjukkan tren yang lebih besar — dari Asia Tenggara hingga Eropa — bahwa kampanye vaksin harus ditingkatkan, cakupan dua dosis harus ditetapkan >95%, dan masyarakat kembali diedukasi bahwa campak bukan penyakit masa lalu: ini ancaman nyata jika abaikan kekebalan kolektif.
Dengan pemahaman epidemiologis, respons cepat KDCA, dan aksi lanjutan untuk memperkuat vaksinasi, Korea Selatan — dan negara lain — masih punya peluang untuk mempertahankan status bebas campak. Namun, kewaspadaan dan tindakan kolektif wajib dijaga agar wabah ini tak lagi meluas.