Lelah Tapi Tak Terlihat: Menyelami Luka yang Tak Berdarah di Dunia Mental

ptaskes.com – Banyak orang berjalan dengan senyum di wajah, padahal hatinya remuk tanpa suara. Mereka menjalani hari seperti biasa, menyelesaikan tugas, bercanda dengan teman, dan menjawab “baik-baik saja” saat ditanya kabar. Namun di dalam, mereka kelelahan. Bukan karena fisik, tapi karena luka yang tak tampak—luka mental.
Kesehatan mental masih menjadi topik yang sering terabaikan. Kita terbiasa merespons keluhan fisik dengan serius, tetapi saat seseorang berkata, “Aku merasa kosong,” kita malah menyuruhnya bersyukur atau menyalahkan kurangnya ibadah. Padahal, luka mental sama nyatanya dengan luka fisik. Ia bisa melumpuhkan, bahkan lebih berbahaya karena tersembunyi.
Depresi, kecemasan, burnout—semuanya tak meninggalkan bekas luka di kulit, tapi bisa membuat seseorang kehilangan semangat hidup. Kita harus mengakui bahwa kelelahan mental bukan bentuk kelemahan, melainkan sinyal dari tubuh dan pikiran yang meminta jeda.
Kita bisa mulai peduli dengan cara sederhana: mendengarkan tanpa menghakimi, hadir tanpa harus memberi solusi, dan menunjukkan bahwa kita peduli. Kalimat seperti “Kamu nggak sendiri” atau “Aku di sini kalau kamu butuh teman cerita” bisa menjadi pelampung bagi seseorang yang tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Kesehatan mental bukan urusan pribadi semata, melainkan tanggung jawab sosial. Lingkungan yang suportif bisa menyelamatkan lebih banyak nyawa dibanding seribu motivasi kosong.
Mari kita hentikan anggapan bahwa luka yang tak berdarah tidak perlu diobati. Sebaliknya, mari kita akui: kelelahan mental itu nyata, dan perhatian kita bisa menjadi bagian dari proses penyembuhannya.