Kepemimpinan Baru Norwegia yang Ramah Terhadap UE

Kepemimpinan Baru Norwegia yang Ramah Terhadap UE

Kepemimpinan Baru Norwegia – Pada Mei 2023, Arab Saudi mengeksekusi dua warga Bahrain, Jaafar Sultan dan Sadeq Thamer, atas tuduhan terorisme. Otoritas menuduh mereka bergabung dengan sel teroris, menerima pelatihan, menyelundupkan bahan peledak, dan mendukung rencana serangan.

Pihak berwenang menangkap Sultan dan Thamer pada Mei 2015, lalu menahan mereka tanpa komunikasi selama tiga bulan. Pada Oktober 2021, Pengadilan Kriminal Khusus Saudi menjatuhkan hukuman mati kepada mereka. Amnesty International mengkritik pengadilan tersebut karena dianggap tidak adil dan bergantung pada pengakuan hasil penyiksaan.

Selain itu, eksekusi ini menunjukkan bagaimana Arab Saudi dan negara-negara GCC menggunakan undang-undang kontraterorisme untuk menekan perbedaan pendapat. Sering kali, aturan tersebut memiliki definisi terorisme yang luas dan tidak jelas. Akibatnya, pengkritik, aktivis politik, dan pembela hak asasi manusia menerima hukuman yang berat.

Kepemimpinan Baru Norwegia yang Ramah

Lebih jauh lagi, minoritas Muslim Syiah di Arab Saudi menghadapi diskriminasi sistemik serta ujaran kebencian yang didanai negara. Misalnya, pada Maret 2022, Arab Saudi mengeksekusi 81 pria, termasuk 41 warga Syiah, di bawah undang-undang c. Langkah ini bertentangan dengan janji pemerintah untuk mengurangi eksekusi.

Di Bahrain, mayoritas Syiah juga mengalami diskriminasi. Otoritas setempat sering menargetkan ulama Syiah dan menangkap aktivis hak asasi manusia. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah Abdulhadi al-Khawaja, yang otoritas tangkap pada April 2011 dan dijatuhi hukuman seumur hidup dalam pengadilan massal.

Tidak mengherankan, kasus Sultan dan Thamer mendapat kecaman internasional. Pada Juni 2022, pelapor khusus PBB untuk eksekusi di luar proses hukum mendesak Arab Saudi agar menghentikan eksekusi dan menggelar pengadilan ulang yang adil.

Di sisi lain, eksekusi ini terjadi saat Arab Saudi berupaya memperbaiki citra melalui reformasi sosial dan ekonomi dalam program “Visi 2030”. Namun, meningkatnya eksekusi mati menimbulkan keraguan atas komitmen negara terhadap hak asasi manusia.

Secara keseluruhan, kasus ini menggambarkan tantangan besar bagi minoritas dan pembela hak asasi manusia di wilayah tersebut. Oleh karena itu, reformasi hukum yang adil dan perlindungan hak asasi manusia semakin mendesak.

AdminASKES